Tentang Psikologi Terbalik

Inspirasi dan belajar bisa datang dari manapun,
bahkan kita bisa belajar dari suatu hal dari hal yang “polar opposite” dari hal tersebut.

We can actually learn something from that opposite thing. 

 

Nah,
Tulisan ini adalah tulisan yang terinspirasi dari tempat sampah.
Didasari atas susahnya mencari tempat sampah di jalanan Jepang.
Jauh lebih mudah menemui Vending Machine yang practically ada tiap +/-10M.

Tapi kok bisa negara ini begitu bersih?
Kalau diingat ingat, ketika di Macau maupun Hong Kong, tempat sampah juga sedikit. 

Dan kedua negara itu juga bersih. 

Sebaliknya di Indonesia, tempat sampah bisa ditemui setiap +/-50 meter.
Tapi kok… 

Maka dari itu muncul lah pemikiran, “ahhh ini kah yang disebut Reserve Psychology/Psikologi Terbalik

Apa itu Reserve Psycholgy? 

Reverse psychology is a technique involving the advocacy of a belief or behavior that is opposite to the one desired, with the expectation that this approach will encourage the subject of the persuasion to do what actually is desired: the opposite of what is suggested. This technique relies on the psychological phenomenon of reactance, in which a person has a negative emotional reaction to being persuaded, and thus chooses the option which is being advocated against. The one being manipulated is usually unaware of what is really going on. (Wikihow)

Pendeknya, Psikologi Terbalik adalah cara untuk menyuruh orang melakukan suatu tindakan (A), tapi ketimbang memaksa orang tersebut melakukan tindakan tersebut (A), kita menyuruh dia untuk melakukan sebaliknya (B) tapi tujuannya adalah biar dia melakukan (A). Atau kita melarang orang untuk melakukan (A), padahal kita berharap dia melakukan (A).

Masih susah dimengerti?

Contohnya deh: 

 

Ketika seseorang akan bunuh diri, orang lain secara alami akan bilang “jangan bunuh diri, dosa, itu nggak akan menyelasaikan keadaan”
tapi dengan Psikologi Terbalik akan berubah menjadi “bunuh dirilah, lompatlah, matilah, dunia ini nggak butuh pecundang yang lemah kayak kamu” itu adalah respon “asing” yang tidak diinginkan dari orang yang bunuh diri.

Tapi kita sebenarnya ingin dia tidak bunuh diri. 

Psikologi Terbalik adalah cara yang tidak biasa, tapi justru itulah “power” dari ilmu ini. 

Ketika PDKT, semua orang sibuk meminta, “pilih aku! pilih aku!”, tapi dengan cara Psikologi Terbalik akan menjadi “halah, jangan pilih aku, aku biasa aja, aku nggak tertarik sama kamu juga sih”
Maka si gebetan akan terkejut dan “penasaran”.
(Tapi dengan syarat si gebetan udah tertarik sama kita, well, romansa memang agak rumit, belajarlah sendiri di kelascinta.com

Nah Psikologi Terbalik mengaktifkan sisi “penasaran” dan mengembalikan sisi “tanggung jawab” secara mandiri dari objek/target.

Ketimbang melarang orang lain untuk melakukan ini itu, (Ya, kita semua benci dipaksa) cara ini membiarkan orang tersebut memikirkan hal baik atau buruk dengan naluri atau logikanya sendiri. 

Salah satu Psikologi Terbalik yang populer adalah apa yang dilakukan FA (PSSI nya Inggris) yang pada waktu itu penonton sepakbola sering banget ricuh. Tapi secara mengejutkan, cara yang dilakukan FA bukannya membangun pagar yang tinggi, malah menghancurkan pagar itu, dan memajukan bangku penonton hingga ke tepi lapangan. Makanya di Liga Inggris penontonnya dekat banget kan? Gila kah yang dilakukan FA? Di luar logika kan? tapi hasilnya penonton Inggris kini lebih dewasa, mereka lebih tertib. 

 

Begitulah Psikologi Terbalik.
Sudah mengerti maknanya? 

Nah, di Indonesia pun (mungkin) sudah saatnya dilakukan Psikologi Terbalik, mengingat cara yang sama hasilnya juga “gitu gitu” aja.
Mungkin (mungkin) cara untuk Indonesia lebih bersih adalah dengan meminimalisir tempat sampah.
Atau misal ketimbang menyensor ini itu (yang seriously, makin bikin penasaran kan?) maka yaudahlah buka aja, biarkan individu dan nilai nilai yang dia pegang yang akan membentuk benteng untuk dia sendiri.
dan makin banyak lagi.

(Agak liberalis, tapi Indonesia lebih liberal dari Kanada yang terang-terangan liberal.
Suka nggak suka. Lagipula liberal nggak selalu buruk.) 

Karena pada dasarnya
Negara yang banyak aturan adalah negara yang tidak percaya pada rakyatnya. 

Negara yang tidak percaya bahwa masyarakatnya baik. 

Negara yang tidak percaya bahwa masyarakatnya adalah “manusia” yang masing-masing punya “nurani”. 

Jadi Indonesia, kalau dengan aturan dan kebijakan dan norma norma yang berlaku selama ini kita masih gagal mengelola dan mengarahkan masyarakat dengan baik. Lakukan Psikologi Terbalik. Meskipun agak radikal dan kontroversial (atau sedikit gambling) 

Tapi seperti kata Einsten:

“Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different results.” (”Astaghfirullah!!! kamu kok acuannya orang barat sih yan?! istighfar! Udah kebarat-baratan kamu!!!”)


-__________-


Ohh, Psikologi Terbalik bisa diterapkan di dalam berbagai macam hal. Silahkan dipelajari sendiri.

Sebelum kalian mengatakan aku gila, ini cuma tulisan remeh remeh.

kalau mau tulisan serius, baca jurnal aja.

Salam
vp

Leave a comment